الْـحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَمَرَ بِرَفْعِ
الْـمَسَاجِدِ وَذِكْرِ اسْمِهِ فِيْهَا جَمِيْعَ الْـمُؤْمِنِيْنَ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ
الْـمُلْكُ الْـحَقُّ الْـمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah l yang telah menjadikan masjid sebagai
sebaik-baik tempat di muka bumi. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada
sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah l dan saya
bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad n adalah hamba dan utusan-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tencurah kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang berjalan
di atas petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah l dan berupaya untuk
memuliakan masjid dengan memakmurkannya serta menjaganya dari hal-hal
yang akan menghinakannya. Masjid adalah tempat yang di dalamnya dipenuhi
oleh rahmat Allah l dan para malaikat-Nya serta tempat berkumpulnya
orang-orang yang shalih dari hamba-hamba-Nya. Rasulullah n telah
menyebutkan di dalam banyak hadits tentang keutamaan orang yang berjalan
menuju masjid. Di antaranya beliau n bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ
اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ
إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah
satu rumah dari rumah-rumah Allah l (masjid) untuk menunaikan salah satu
kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah l, maka kedua langkahnya salah
satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat
derajat.” (HR. Muslim)
Begitu pula disebutkan dalam sabdanya n:
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ أَوْ رَاحَ أَعَدَّ اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ
“Barangsiapa menuju masjid pada waktu siang hari atau malam hari
maka Allah l akan memberikan jamuan hidangan baginya di surga pada
setiap siang dan malam.” (HR. Muslim)
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan
berjalan ke masjid. Bahkan disebutkan pula di dalam hadits lainnya
keutamaan orang duduk di masjid untuk menunggu didirikannya shalat.
Yaitu bahwa selama dia menunggu shalat, dirinya mendapatkan keutamaan
orang yang melakukan shalat dan malaikat senantiasa mendoakannya selama
dirinya masih memiliki thaharah atau tidak batal sucinya. Nabi n
bersabda:
لاَ يَزَالُ الْعَبْدُ فِي صَلاَةٍ مَا كاَنَ فِي مُصَلاَّهُ
يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ، وَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لَهُ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، حَتَّى يَنْصَرِفَ أَوْ يُحْدِثَ
“Tetaplah seorang hamba dikatakan sebagai orang yang shalat selama
dia berada di tempat shalatnya dalam keadaan dia menunggu ditegakkannya
shalat. Dan malaikat akan berdoa untuknya seraya mengatakan, ‘Ya Allah,
ampunilah dia dan rahmatilah dia’, sampai (hamba tersebut) meninggalkan
masjid atau terkena hadats.” (HR. Muslim)
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Namun sungguh sangat memprihatinkan kenyataan yang kita saksikan.
Karena di masa kini ternyata hanya sedikit jumlah orang-orang yang
mencari keutamaan yang telah Allah l janjikan bagi orang yang
memperbanyak pergi ke masjid untuk beribadah di dalamnya. Sehingga
masjid-masjid banyak yang sepi, sementara pasar, mal, dan supermarket
serta tempat-tempat hiburan dipenuhi oleh pengunjung. Bahkan apabila
seseorang yang memerhatikan keadaan beberapa masjid di masa sekarang dan
membandingkannya dengan keadaan masjid di masa Rasulullah n serta di
masa Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun, maka dia akan mendapatkan perbedaan yang
sangat besar. Karena masjid di masa-masa terbaik umat ini benar-benar
dimuliakan dan difungsikan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh
syariat. Di saat itu, masjid disamping berfungsi sebagai tempat ibadah,
juga berfungsi sebagai tempat untuk menuntut ilmu
dan tempat bertolaknya kaum mujahidin serta sebagai sarana untuk
mengikat hubungan persaudaraan di antara kaum mukminin. Sehingga di masa
itu, masjid meskipun di luar waktu shalat lima waktu tidak pernah
kosong dari orang-orang yang ingin beribadah di dalamnya. Masjid di masa
itu senantiasa didatangi oleh kaum muslimin yang ingin beribadah di
dalamnya serta didatangi oleh orang-orang yang ingin mengajarkan ilmu
dan yang ingin menuntut ilmu. Sedangkan di waktu-waktu shalat,
masjid dipenuhi oleh seluruh kaum muslimin yang hendak menjalankan
shalat, tidak ada yang menyelisihi kewajiban ini kecuali orang-orang
yang punya udzur dan kaum munafiqin.
Hadirin rahimakumullah,
Adapun masjid-masjid di masa sekarang ini, maka sebagian besarnya,
sebagaimana yang kita saksikan telah berubah keadaannya dari keadaan
masjid di masa-masa terbaik umat ini. Tidak sedikit di antara masjid
yang ada di zaman kita dibangun namun tidak terdengar dikumandangkannya
adzan dari masjid tersebut kecuali hanya pada beberapa waktu shalat
saja. Tidak sedikit pula masjid yang terdengar darinya suara adzan namun
tidak ada yang mendatanginya. Disamping itu, adapula masjid yang
dibangun akan tetapi untuk dibangga-banggakan bentuk dan keindahan
bangunannya saja, sehingga dijadikan oleh sebagian kaum muslimin sebagai
tempat wisata. Adapula yang digunakan untuk shalat lima waktu, namun di
sisi lain digunakan pula untuk acara-acara ibadah yang diada-adakan
yang tidak ada syariatnya di dalam ajaran Islam. Bahkan terkadang dalam
pelaksanaan acara tersebut juga terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap
syariat yang sangat tidak pantas untuk dilakukan di tempat yang mulia
ini, seperti adanya iringan musik, asap dan bau rokok yang diisap oleh
orang-orang yang menghadirinya serta kemungkaran lainnya. Bahkan yang
lebih menyedihkan, tidak sedikit dari masjid yang dimakamkan di dalamnya
orang-orang yang telah meninggal dunia dari kalangan orang-orang yang
dianggap sebagai wali, untuk kemudian dijadikan sebagai kuburan yang
dikeramatkan. Sehingga akibatnya terjadilah di dalam masjid tersebut
perbuatan-perbuatan syirik kepada Allah l. Yaitu dengan menjadikan orang
yang dimakamkan di masjid tersebut sebagai perantara untuk meminta
kepada Allah l.
Akhirnya, jadilah masjid yang seharusnya dibangun untuk
menghidupkan dan mengagungkan Sunnah Nabi n menjadi tempat untuk
pelanggaran terhadap syariat dan menjauhkan kaum muslimin dari Sunnah
Nabi n. Jadilah masjid yang seharusnya dibangun untuk beribadah kepada
Allah l sebagai tempat untuk berbuat dosa dan kemungkaran yang paling
besar yaitu perbuatan syirik kepada Allah l. Padahal menjadikan kuburan
sebagai tempat ibadah, baik dengan membangun tempat ibadah di atas kubur
atau mengubur seseorang di tempat ibadah adalah perbuatan orang-orang
Nasrani. Sementara itu, kaum muslimin telah dilarang oleh Nabi n dari
meniru-niru perbuatan mereka. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim di dalam kedua
kitab Shahihnya, bahwa Ummul Mukminin ‘Aisyah x meriwayatkan:
أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَنِيْسَةً رَأَتْهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ وَمَا
فِيْهَا مِنَ الصُّوَرِ، فَقاَلَ: أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ فِيْهِمُ
الرَّجُلُ الصَّالِحُ أَوِ الْعَبْدُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ
مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوْا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكِ شِرَارُ
الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ
Bahwasanya Ummu Salamah x menyebutkan kepada Rasulullah (tentang)
gereja yang beliau x melihatnya di negeri Habasyah dan gambar atau
patung yang ada di dalamnya. Maka (Nabi n) berkata: “Mereka (orang-orang
Nasrani) apabila (ada yang) meninggal di antara mereka seorang yang
shalih atau hamba yang shalih, (maka) mereka membangun di atas kuburnya
tempat untuk beribadah (gereja) dan mereka membuat di dalam tempat
ibadah tadi gambar dan patung-patung tersebut. Mereka adalah
sejelek-jelek makhluk di sisi Allah l.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan Nabi n menjelang wafatnya berpesan di dalam sabdanya:
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كاَنَ قَبْلَكُمْ كاَنُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ
أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوْا
القُبُوْرَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّيْ أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ketahuilah bahwasanya orang-orang sebelum kalian dahulu menjadikan
kuburan nabi-nabi mereka dan orang-orang shalih mereka sebagai tempat
ibadah, maka sungguh janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai tempat
ibadah karena aku melarang kalian dari perbuatan tersebut.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, seharusnya orang-orang yang diberi amanah untuk
menjalankan kegiatan di masjid adalah orang-orang yang memahami ajaran
Islam dengan benar. Sehingga masjid dimuliakan dan difungsikan
sebagaimana mestinya serta tidak diajarkan atau dilakukan di dalamnya
perbuatan syirik, bid’ah, dan segala yang bertentangan dengan syariat.
Hadirin rahimakumullah,
Disamping dimuliakan dengan beribadah di dalamnya, masjid juga
harus dijaga dari sisi fisiknya. Yaitu dijaga dari hal-hal yang bisa
merusak bangunannya, dijaga kebersihannya, dan dicegah dari hal-hal yang
akan mengotorinya. Begitu pula diupayakan agar masjid selalu dalam
suasana yang nyaman dan terjaga dari bau yang tidak sedap. Berkaitan
dengan masalah ini disebutkan dalam hadits:
أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِيْ الدُّوْرِ وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ
“Rasulullah n memerintahkan untuk membangun masjid di desa-desa dan
agar (masjid tersebut) dibersihkan dan diberi wewangian.” (HR. Ahmad
dan Abu Dawud serta dishahihkan Al-Albani)
Begitu pula Nabi n melarang masuknya bau yang tidak sedap ke dalam
masjid seperti bawang putih apalagi bau rokok dan yang semisalnya,
sebagaimana tersebut dalam sabdanya n:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ -يَعْنِي الثُّومَ- فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا
“Barangsiapa yang memakan dari tanaman ini –yaitu bawang putih–
maka janganlah dia sekali-kali mendekati masjid kami.” (Muttafaqun
‘alaih)
Akhirnya kita memohon kepada Allah l agar menunjukkan kepada kita
kebenaran dan memberikan pertolongan kepada kita untuk menjalankannya.
Begitu pula kita memohon kepada-Nya agar kita bisa mengetahui yang batil
adalah batil dan memberikan pertolongan kepada kita untuk menjauhinya.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Khutbah kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ
وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلىَ الظَّالِمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَه لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Masjid adalah tempat mulia yang dibangun untuk ditinggikan nama
Allah l di dalamnya. Bahkan karena tinggi dan mulianya tempat tersebut
dan berbedanya tempat tersebut dengan bangunan lainnya yang ada di muka
bumi ini maka masjid disebut pula dengan istilah rumah Allah l. Allah l
menyebutkan di dalam firman-Nya:
“Bertasbih kepada Allah di rumah-rumah (masjid) yang telah
diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada
waktu pagi dan waktu petang. (Yang bertasbih tersebut adalah) laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli
dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari)
membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang.” (An-Nur: 36-37)
Tingginya kedudukan masjid di dalam Islam juga ditunjukkan oleh
perbuatan Nabi n di saat sampainya beliau n di kota Madinah pada
peristiwa hijrah. Yaitu bahwa yang pertama kali dibangun oleh beliau n
adalah masjid. Hal ini tentu menunjukkan betapa pentingnya masjid bagi
kaum muslimin dan betapa mulianya kedudukan masjid di dalam agama Islam.
Oleh karena itu, sudah semestinya bagi kaum muslimin untuk
memuliakannya dan menggunakannya sesuai dengan fungsinya, serta
menjaganya dari hal-hal yang tidak sepantasnya untuk dilakukan
terhadapnya. Allah l telah mengancam orang-orang yang menghinakannya,
baik yang berkaitan dengan orang-orang yang hendak beribadah di dalamnya
maupun yang berkaitan dengan bangunannya. Allah l berfirman:
“Dan siapakah yang lebih zalim dari orang yang menghalang-halangi
disebutnya nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk
merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid
Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah), mereka di dunia
mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang besar.”
(Al-Baqarah: 114)
Hadirin rahimakumullah,
Kebiasaan seseorang yang senantiasa menuju masjid dan beribadah di
dalamnya adalah merupakan tanda keimanan seseorang. Allah l telah
menyatakan keimanan mereka di dalam ayat-Nya:
“Tidaklah orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah kecuali
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta yang
menegakkan shalat, menunaikan zakat serta tidak takut kecuali kepada
Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (At-Taubah: 18)
Begitu pula Nabi kita Muhammad n menyebutkan bahwa di antara
orang-orang yang mendapat pertolongan-Nya berupa naungan dari sengatan
panas matahari di padang mahsyar nanti adalah orang-orang yang hatinya
senantiasa mengingat masjid. Oleh karena itu, marilah berupaya untuk
memakmurkan masjid. Terutama ketika mendengar panggilan adzan untuk
shalat berjamaah. Karena shalat berjamaah keutamaannya 27 derajat lebih
tinggi dari shalat sendirian. Maka sungguh sangat rugi orang-orang yang
tidak mau memenuhi panggilan adzan. Kalau seseorang itu mau berpikir,
maka siapa yang tidak ingin mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat?
Seseorang ketika dalam urusan perdagangan atau bisnisnya dijanjikan akan
mendapatkan hasil 27 kali lipat lebih banyak oleh teman bisnisnya
dibanding melakukan perdagangan dengan yang lainnya, tentu dia akan
segera menyepakatinya. Padahal yang namanya perdagangan tidak bisa
dijamin keberhasilannya. Sementara ajakan untuk mendapatkan keuntungan
yang besar dan berlipat-lipat yang akan didapat pada kehidupan
sesungguhnya di akhirat nanti yang dijanjikan oleh Allah l yang pasti
akan menunaikan janji-Nya, ternyata tidak didatangi kecuali hanya
beberapa orang saja. Itupun sebagiannya datang dengan rasa malas atau
terlambat tanpa udzur. Pemandangan yang demikian ini tentunya sangat
memprihatinkan karena keadaan yang seperti ini menyerupai sifat orang
munafik, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah l:
“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan
malas, mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (An-Nisa: 142)
Akhirnya marilah kita senantiasa takut kepada Allah l dan marilah kita mengikuti agama yang dibawa oleh Rasulullah n.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ
الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ،
وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ،
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ
لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Sumber : http://asysyariah.com/kedudukan-masjid-di-dalam-islam.html
0 komentar:
Posting Komentar